Selasa, 10 November 2009

Belajar dari kunang-kunang itu

Tulisan ini dibuat saat malam. Ketika langit mula-mulanya membias warna jingga pertanda cahya matahari yang akan menghilang. Kemudian putaran waktu penghujung senja tergantikan oleh malam. Malam hari yang selalu saja datang dengan tiba-tiba. Ya, di malam hari, selain katak, kelelawar, jangkrik, coro, kecoa, nyamuk, tentunya kita juga tidak asing dengan serangga kunang-kunang. Serangga kunang-kunang di malam hari. Apakah yang terlintas dalam pikiran kita ketika melihat serangga yang lazimnya disebut dengan kunang-kunang?

Pada mulanya mungkin yang terbersit dalam benak kita adalah kerlip cahayanya yang hijau. Selanjutnya kalau mau kita telusuri, kunang-kunang juga hidup secara bergerombol dengan banyak kawannya. Ia tampak begitu rukun dengan kawan-kawannya. Dimana satu sama lain saling memancarkan kerlip cahaya dari tubuhnya. Ia pun kemudian terbang di antara semak belukar, di antara ilalang dan sawah-sawah tumbuhan padi, dan mungkin akan terbang ke mana pun ia suka.

Sepertinya jenis binatang serangga ini memang memiliki keunikan dan keistimewaan tersendiri daripada binatang serangga-serangga lainnya. Kehadirannya seakan membawa keuntungan bagi keadaan di sekitarnya. Sebab di samping pancaran kerlip cahayanya yang menambah keindahan lanskap malam, kunang-kunang mungkin juga bisa memberi manfaat bagi sekawanan semut yang hendak pulang, tetapi kemalaman. Dan tiba-tiba nyasar di antara ilalang. Sehingga dari pancaran kerlip-kerlip cahayanya itu, ia dapat memberi penerangan bagi sekawanan semut yang sial tadi. Ini hubungan antara binatang dengan binatang. Nah, pertanyaan yang timbul kemudian bagaimanakah hubungan binatang kunang-kunang dengan manusia?

Coba sekarang kita bandingkan kunang-kunang dengan nyamuk, atau lalat, atau coro. Tentunya kunang-kunang jauh lebih bermanfaat. Hal ini bukan berarti hendak merendahkan martabat nyamuk, lalat atau coro. Tetapi pada kenyataannya kunang-kunang memang lebih bermanfaat, dan mungkin saja kita dapat mengambil pelajaran darinya. Sekarang kalau nyamuk senang menghisap darah manusia dan dapat menimbulkan penyakit demam berdarah, maka kunang-kunang tidak. Kalau lalat senang hinggap pada makanan kita, yang masih juga menyebabkan penyakit, maka kunang-kunang alpa. Kalau coro dapat menyebabkan seseorang menjadi phobia, maka kunang-kunang juga tidak senang tuh melakukannya. Adakah seseorang yang phobia dengan kunang-kunang? Sepertinya tidak ada.

Selain itu kunang-kunang memberi keuntungan lainnya bagi manusia sebab ia bisa menjadi inspirasi bagi manusia, seniman misalnya. Bukankah ia dapat pula menjadi objek karya seni? Ia sangat mungkin menjadi inspirasi bagi seorang seniman. Atau malah bisa jadi, penciptaan lampu senter dan serbuk fosfor itu pun awalnya juga terinspirasi oleh cahaya hijau kunang-kunang.

Sampai di sini kita akan melompat pada hal-ihwal kepercayaan masyarakat kita mengenai asal-muasal kunang-kunang. Mungkin kita pernah mendengar kepercayaan masyarakat kita yang menganggap bahwa kunang-kunang berasal dari kukunya orang mati. Benarkah kunang-kunang itu berasal dari kuku orang mati?